Tenun

AKTIFITAS menenun di Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat mengalami stagnasi. Regenerasinya terbatas, demikian juga kreasi tenunnya.

Desa Kebon Ayu adalah salah satu sentra produksi tenun di Kabupaten Lombok Barat. Namun perkembangannya tidak sesignifikan sentra tenun lainnya di Pulau Lombok, sebut saja Desa Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.

Hasil tenun perajin di Desa Kebon Ayu ini nyaris tidak berkembang. Motifnya masih mempertahankan motif zaman dulu. Tidak ada kombinasi hasil produk, misalnya membuat tas dengan kombinasi tenun, atau membuat baju dari tenun, atau produk-produk kombinasi lainnya. Masih terkesan produksi tenun di sini sangat monoton. Padahal, potensi berkembangnya cukup besar.

Kepala Desa Kebon Ayu, Jumarsa mengatakan, di desanya ada sebanyak 2.350 KK atau sebanyak 6.400 jiwa. Kegiatan menenun dilakukan di desa ini sejak lahirnya Desa Kebon Ayu. Generasi penenun diakuinya sangat kurang. Meskipun, setiap perempuan di dalam rumah tangga harus bisa menenun.

Sebagai sentra tenun, nama Kebon Ayu memang tak sesohor sentra tenun lainnya di Pulau Lombok. Beberapa persoalan industri tenun tradisional ini, kata kepala desa, selain minimnya regenerasi penenun, kreatifitas motif tidak berkembang.

“Sebagaimana motif dan warna tenun sejak zamah dahulu, seperi itulah yang masih digunakan sekarang ini. Mestinya memang dikembangkan tanpa menghilangkan identitas aslinya,” kata Jumarsa.

Tenun di Desa Kebon Ayu memiliki beberapa motif khasnya. Diantaranya, ragi kemalo, ragi kembang komak, ragi putek, ragi proa, ragi seganteng, ragi getap, ragi bugis, ragi cakra, dan ragi benang enem. Tenun hasil produksinya selama ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

“Karena setiap acara menggunakan kain tenun dengan motif terkait. Pada saat begawe, ada tenun khusus yang digunakan. Saat nyongkolan ada tenunnya. Begitu juga kalau ada acara-acara lain, ada tenun tersendiri,” imbuhnya.

Sementara untuk kebutuhan komersil, pemasarannya masih sangat terbatas. Sebelum Covid-19, biasanya ada turis yang dibawa oleh guide berbelanja tenun. Turis-turis ini belanja langsung kepada pengerajinnya.

“Karena tidak ada showroom khusus, atau sentra pemasaran terpadu. Wisatawannya langsung belanja ke pengerajin. Ini juga salah satu kendala di sini sehingga tidak massif perkembangan industri tenun di Desa Kebon Ayu,” ungkapnya.

Jumarsa menambahkan, kendala-kendala lain adalah terbatasnya kemampuan manajerial penenun, dan digital marketing. Sehingga penjualan tenun Desa Kebon Ayu tak bisa signifikan.

“Kendala di sini soal pemasaran. Sehingga setelah produksi, bingung mau memasarkan kemana,” imbuhnya.

Harga tenun Desa Kebon Ayu bervariasi. Dari Rp200 ribu perlembar, hingga di atas Rp1 juta perlembar, tergantung motif dan warnanya.

Sebagai perwakilan masyarakat, Jumarsa menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Kabupaten Lombok Barat, melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang memberikan sentuhan pelatihan-pelatihan.

Ada semangat juga bagi para penenun di Desa Kebon Ayu, Kementerian Perindustrian akan memberikan bantuan showroom, alat-alat tenun, dan pusat pelatihan untuk menghidupkan industri tenun di desa ini.

“Insya Allah, ada semangat baru kami karena dibantu pusat pelatihan, showroom, dan alat-alat produksi kepada penenun. Semoga ini menjadi titik balik bangkitnya industri tenun di Kebon Ayu,” demikian Jumarsa.

 

 

Sumber : https://www.suarantb.com/2022/05/23/pewaris-tenun-di-kebon-ayu-dilatih-agar-berkembang/